Jumat, 17 April 2015

Tumbuhnya jamur pada jagung dapat disebabkan karena kadar air jagung yang masih tinggi atau bisa juga karena gudang penyimpanan lembab. Jagung yang berjamur ini jika masih tetap digunakan dapat merugikan peternak, karena jamur dapat menyebabkan penurunan kadar nutrisi pada jagung dan infeksi penyakit aspergillosis (mycotic pneumonia atau gangguan pernapasan). Selain itu, jamur juga menghasilkan racun seperti aflatoksin, ocratoksin, fusariotoksin. Adanya racun jamur tersebut akan mengakibatkan penurunan sistem kekebalan tubuh ayam (immunosuppressive), gangguan pada organ (paru-paru maupun kantung udara) sampai kematian.
Adanya jamur yang tumbuh pada jagung bisa dengan mudah dimatikan, namun tidak demikian dengan racun jamur. Racun jamur relatif stabil (masih tetap ada) terhadap perlakuan fisik, kimia maupun biologi. Oleh karena itu, saat jagung telah terkontaminasi jamur maka sebaiknya jagung tersebut tidak digunakan dalam penyusunan ransum ayam.
Pencampuran antara jagung yang telah terkontaminasi jamur dengan jagung yang belum terkontaminasi bisa saja dilakukan, hanya saja perlu kita ketahui pencampuran jagung ini bisa menjadi pemicu atau mempercepat tumbuhnya jamur pada jagung yang masih baik. Selain itu, saat pencampuran kita harus mengetahui kadar mikotoksin dari jagung yang terkontaminasi, sehingga saat pencampuran kadar mikotoksinnya bisa berkurang dibawah batas maksimal (untuk ayam kadar aflatoksin < 50-60 ppb). Racun jamur yang terkonsumsi akan tersimpan dalam tubuh ayam dan akan menimbulkan gejala klinis saat kadarnya di dalam tubuh telah melebihi ambang batas aman.
Penambahan toxin binder atau pengikat racun seperti zeolit, bentonit atau hydrate sodium calcium aluminosilicate (HSCAS) juga dapat dilakukan untuk mengikat racun jamur tersebut sehingga pengaruh pada tubuh ayam dapat dikurangi. Hanya saja penambahan toxin binder ini memerlukan biaya tambahan dan juga teknik pencampurannya harus dilakukan dengan benar sehingga bisa tercampur homogen. Pada kasus kontaminasi jamur ini, langkah pencegahan lebih baik daripada pengobatan.
Pencegahan tumbuhnya jamur pada jagung dapat dengan beberapa cara diantaranya :
  • Saat penyimpanan usahakan kadar air jagung tidak lebih dari 14%. Semakin rendah kadar air akan semakin baik, pertumbuhan jamur dapat ditekan. Jamur akan tumbuh secara optimal saat kadar air bahan baku ransum atau ransum 15-20% disimpan pada suhu 30-32oC. Beberapa jamur mempunyai karakteristik suhu spesifik guna mendukung pertumbuhannya secara optimal, seperti jamur Aspergillus yang akan tumbuh optimal di suhu 22-32oC, Penicillium disuhu 17-30oC dan Fusarium akan tumbuh optimal pada suhu 2-15oC
  • Perhatikan manajemen penyimpanan jagung yang baik, yaitu :
  1. Terapkan sistem penyimpanan secara first in first out (FIFO) dimana jagung yang disimpan lebih dahulu harus digunakan lebih awal
  2. Gunakan alas (pallet) di bawah tumpukan karung jagung agar jagung tidak lembab
  3. Jaga kondisi atap jangan sampai bocor dan mengenai tumpukan jagung
  4. Minimalkan penggunaan karung tempat penyimpanan jagung secara berulang, terutama saat kondisi cuaca dan kelembaban berubah
  5. Jika perlu tambahkan mold inhibitor (penghambat tumbuhnya jamur), seperti asam propionat atau asam organik lainnya
  6. Perhatikan lama penyimpanan jagung, hendaknya jagung disimpan tidak lebih dari 1 bulan. Bentuk fisik jagung juga berpengaruh terhadap lama waktu penyimpanan jagung. Jagung pecahan akan lebih cepat terkontaminasi jamur dibandingkan jagung butiran, oleh karena itu penyimpanan jagung pecahan hendaknya lebih pendek dibandingkan jagung butiran
  7. Sebisa mungkin cegah adanya serangga, baik yang hidup di luar maupun di dalam jagung. Serangga ini bisa merusak lapisan pelindung biji jagung sehingga mampu memicu tumbuhnya jamur
  8. Selama penyimpanan jagung hendaknya dilakukan pengecekan jagung secara rutin dan jika ada jagung yang sudah terkontaminasi jamur hendaknya segera diambil dan dipisahkan
  • Obat antijamur juga dapat diberikan pada ayam untuk mengatasi infeksi jamur, yaitu : 
  1. Ketoconazole, dosis : 10 mg/kg atau 30-65 ppm dalam ransum
  2. Griseofulvin, dosis : 15-20 mg/kg BB. Biasanya digunakan untuk pengobatan pada hewan kecil (anjing, kucing, dll)
  3. Nistatin, dosis 3.000 IU/kg BB
Pemberian obat ini bisa dilakukan melalui oral dengan dicampurkan dalam ransum.

sumber : info medion

0 komentar:

Posting Komentar